Marry Your Daughter

03 November 2013 2 komentar
Jalanan basah oleh air hujan yang turun sejak sore. Genangan air terlihat membasahi badan jalan, nampaknya drainase yang ada sudah tidak cukup untuk menampung debit air hujan. Cuaca dingin mulai terasa menusuk-nusuk tulang. Sampai waktu pulang kerja pukul 17.00, hujan tak kunjung reda. Jam pulang terpaksa mundur, menunggu hujan memungkinkan untuk diterjang. Kebetulan hari ini jadwal kuliah sedang kosong, ingin rasanya segera pulang, menikmati kehangatan dengan bergulung selimut kesayangan. Namun keputusan untuk segera pulang berubah karena ajakan rekan kantor untuk mencari jagung bakar dan hadiah untuk sahabat yang kemarin baru saja berulang tahun.

Pergilah kami menggunakan sepeda motor menerjang hujan yang masih deras. Menggunakan jas hujan, kami melintasi jalanan aspal yang licin. Dalam perjalanan ini, terjadilah percakapan  antara saya dengan rekan kerja yang biasa saya panggil Mas Mbub. Semua bermula dari sebuah pertanyaan yang saya lontarkan. 


"Mas Mbub, gimana ya rasanya ngeliat calon suami Dea minta izin nikah sama papap Dea?" 

Pertanyaan ini, entah kenapa terus menerus berputar-putar dalam pikiran. Ini terjadi setelah saya diperlihatkan sebuah video oleh sahabat kantor beberapa waktu yang lalu. Sebuah video animasi dari lagu yang dinyanyikan oleh Brian Mcknight dengan judul "Marry Your Daughter". Dalam lagu tersebut, diceritakan bagaimana seorang pria yang hendak meminta restu Ayah kekasihnya.


Beberapa detik setelah melihat video tersebut, saya diam terpaku. Kemudian bayangan wajah papap terlintas. Tiba-tiba saja ada rasa sedih yang saya rasakan, air mata rasanya sudah mulai menggenang dipelupuk mata. Apa yang dilakukan pria dalam video tersebut mungkin tidak akan pernah saya alami. 

Mas Mbub yang mendengar pertanyaan saya tertawa. Mungkin ia menertawakan pertanyaan yang saya lontarkan tiba-tiba. "Emang kenapa, De?" tanyanya kemudian.
 
"Ya.. Dea kan kayaknya ga bakal ngalamin yang kayak gitu. Gimana ya rasanya ya? Kalo Mas Embub nanti mau minta restu, ngomongnya kayak gimana kira-kira?" saya bertanya lagi.

"Bapak, kedatangan saya kali ini adalah untuk meminta restu menikahi putri bapak. Saya berjanji akan menjaga putri bapak sampai mati,"

"Jangan sampai mati dong, nanti kalo Mas Mbub mati duluan gimana? Sampai ajal memisahkan aja," ralat saya yang kemudian dibenarkan oleh Mas Mbub.

"Bener-bener, sampai ajal memisahkan kayaknya lebih cocok ya, De," ujarnya seraya tertawa. Teman kantor yang sudah saya anggap bagai kakak sendiri ini memang pendengar dan teman mengobrol yang baik. Ia selalu mendengarkan cerita tanpa insterupsi dan menanggapi setiap topik diiringi tawa seperti yang terjadi sekarang.

"Terus nanti bapaknya ngejawab apa setelah ngedenger pernyataan itu?"

"Bapak-bapak itu pasti ngejaga wibawa, De. Jadi pasti ngejawabnya juga penuh wibawa," ujarnya

"Apakah saudara sudah yakin akan menjaga putri kesayangan saya dengan segenap hati, seperti saya membesarkannya sampai sekarang?" saya berkata sambil memberatkan suara seolah-oleh saya adalah laki-laki berkumis.

"Atau dia pasti nanya ini, De. Punya apa kamu sampai berani meminang anak saya?"

"Terus kalo ditanya gitu, jawabannya apa?

"Sebagai bukti keseriusan saya terhadap putri bapak, ini saya bawakan tiket jalan-jalan ke DISNEY LAAAAAAAND UNTUK SELURUH ANGGOTA KELUARGAAAA!" ujarnya sambil berteriak kegirangan. Hobi Mas Mbub yang lain memang selalu mengalihkan dan mengacaukan topik pembicaraan menjadi berlebihan. Saya yang sudah terbiasa dengan kebiasaannya ini, sudah pasti maklum. Maka yang saya lakukan selanjutnya adalah menanggapi obrolannya dengan mengacaukan topik menjadi berlebihan layaknya yang ia lakukan. Kemudian percakapan berlanjut dengan topik yang sama tetapi semakin random. Tak ada lagi jawaban serius, yang ada hanya pernyataan-pernyataan aneh dan gurauan yang memancing gelak tawa. Namun, walupun kami sama-sama tertawa, kami mungkin sama-sama membayangkan topik ini terjadi dalam kehidupan kami kelak, tentunya dengan versi bayangan masing-masing.

Setiap anak perempuan di dunia termasuk saya, tentu memiliki bayang tentang momen dimana lelaki pilihannya meminta restu kepada ayahnya. Video di atas mungkin bisa menjadi gambaran apa yang kami atau terutama saya khayalkan.

Pernah saya membayangkan, akan ada seorang pemuda berkoko putih dengan gagahnya datang menemui papap yang terlihat berwibawa duduk di kursi panjang ruang tamu. Peluh terlihat di ujung kening laki-laki tersebut, koko putih yang dikenakannya terlihat basah oleh keringat, sesekali ia mengelap telapak tangannya yang ternyata juga berkeringat ke celana berbahan jeans yang ia pakai. Nampaknya kelenjar keringat ekrin sedang bekerja secara maksimal.

Sir, I’m a bit nervous
'Bout being here today
Still not real sure what I’m going to say
So bare with me please
If I take up too much of your time

Kemudian ia menjabat tangan papap seraya mencium tangan, setelah itu duduk di kursi kecil berhadapan dengan posisi papap duduk. Mereka berdua kemudian terlibat obrolan basa-basi sekedar mencairkan suasana. Walaupun suasana mulai mencair, tetapi kegugupan masih terasa. Adrenalinnya terpacu atas apa yang akan dilakukannya sebentar lagi. Papap yang ternyata menyadari kegugupannya kemudian melemparkan pertanyaan untuk mengetahui penyebab kegugupan yang terjadi. Rasa takut tiba-tiba menghantui, kegugupan semakin menjadi-jadi. Kemudian sebuah tanya dalam hati mengudara, "Inikah saat-saat yang paling tepat?". Lalu, atas dasar sebuah keyakinan  bulat, atas dasar sebuah niat baik yang mantap, semua ketakutan yang ada harus dilawan, semua kegugupan harus diatasi.

See in this box is a ring for your oldest
She’s my everything and all that I know is
It would be such a relief if I knew that we were on the same side
Cause very soon I’m hoping that I…

Kemudian meluncurlah kata-kata yang mungkin tak seindah kata pujangga, namun diucapkan dengan kemantapan hati."Bismillahirahmanirrahim, Bapak. Sebenarnya sudah lama saya menyimpan niat baik ini di dalam hati. Namun akhirnya saya sadar, apalah arti sebuah niat tanpa aksi untuk diwujudkan. Maka dengan keyakinan hati, yang semakin hari semakin yakin bahwa pilihan saya adalah tepat, saya memberanikan diri untuk meminta izin. Izinkan saya untuk mengambil alih tanggung jawab atas kehidupan putri bapak. Saya tahu, saya tidak memiliki apa-apa untuk digadaikan sebagai bukti betapa saya ingin sekali menjaga putri bapak disisa hidup saya. Yang saya punya hanya agama yang saya yakini, Islam. Yang didalamnya sudah diajarkan dengan jelas bagaimana seharusnya saya memperlakukan perempuan. Dengan tekad dalam hati untuk menerapakan ajaran-ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Ini bukan janji saya kepada bapak, lebih kepada janji saya kepada diri saya sendiri dan Ia yang menciptakan saya. Maka mohon doa restu dari bapak, agar saya bisa mengkhitbah putri bapak."

Can marry your daughter
And make her my wife
I want her to be the only girl that I love for the rest of my life
And give her the best of me ‘til the day that I die, yeah
I’m gonna marry your princess
And make her my queen
She’ll be the most beautiful bride that I’ve ever seen
  
Papap yang berkarakter tenang, mendengar pengakuan dari seorang pemuda berkoko putih yang terlihat berkeringat namun berkata-kata penuh keyakinan, hanya menyunggingkan senyum. Tanpa berkata-kata, beliau kemudian berdiri dari duduknya, mengajak pemuda tersebut bersalaman, lalu memeluknya tanpa membalas dengan kata-kata. Baginya, tugasnya sebagai ayah sudah hampir selesai, menemukan pemuda yang bertanggung jawab yang dengan beraninya meminta izin untuk menjaga putrinya, menggantikan ia yang sudah waktunya menikmati masa-masa bersahaja.

Pada akhirnya apa yang saya bayangkan di atas, memang hanyalah menjadi sebuah bayangan semata. Saya yang sudah yatim dari sembilan tahun yang lalu, tidak akan pernah mengalami momen dimana akan ada seorang pemuda berkoko yang menemui papap meminta restu. Kelak, pemuda berkoko putih itu tidak akan menemui papap di kursi panjang ruang tamu. Ia hanya akan menemukan nisan bertuliskan nama papap di sebuah pemakaman keluarga tak jauh dari rumah. Pemuda berkoko putih itu tidak akan berkesempatan mencium tangan papap. Ia hanya akan berkesempatan menyentuh batu-batu yang menghiasi makan papap. Pemuda berkoko putih itu tidak akan duduk berhadapan dengan papap. Ia hanya akan duduk disamping gundukan tanah makam papap. Pemuda berkoko putih itu tidak akan mendengar pertanyaan papap yang bertanya tentang kegugupan yang terjadi. Ia hanya akan mendengar suara angin semilir yang menerpa pohon-pohon bambu disekitar makam. Pemuda berkoko putih itu tidak akan bisa berkata dengan lantang dihadapan papap tentang sebuah niat baik yang ingin ia wujudkan. Ia hanya akan menyampaikanya dengan gumaman lirih dalam hati, diselingi doa yang ditujukan spesial untuk papap. Dan pemuda berkoko putih itu tidak akan pernah melihat senyum tenang papap, tidak akan pernah merasakan pelukan hangat papap menyambut niat baiknya. Ia hanya akan merasakan ketenangan dari keheningan makam

Apakah itu semua mengurangi kesakralan sebuah niat baik? Saya pikir tidak. Pemuda berkoko putih itu seharusnya meyakini, dengan datangnya ia ke makam papap, ia tidak hanya meminta izin dan berjanji kepada sebuah nisan yang tak bernyawa, namun lebih dari itu. Ia mempertanggung jawabkan niat baiknya kepada papap yang saya yakin melihat dari suatu tempat entah dimana, dan kepada Allah SWT yang tentunya menjadi saksi karena Dia Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Mengetahui. Ia harus semakin menyadari bahwa janji-janji yang diucapkanya akan dipertanggung jawabkan di kehidupan akhirat, dengan duduknya ia disamping sebuah nisan yang menjadi bukti bahwa kematian memang benar adanya. (DIR)



2 komentar:

  • Unknown mengatakan...

    Wew, tulisan yang bagus, so amazing.. Seandainya tulisan saya sebaik anda mungkin blog saya sudah sangat penuh karena terlalu banyak kisah yg bisa diceritakan.
    Btw, masih utang de ma jagung bakarnya, belum kesampaian sampai sekarang. ☻

  • deainsanira mengatakan...

    Masih belajar ini, masih harus konsisten. Wew.
    Ayoo cerita lewat tulisan, oleh-oleh dari jalan-jalan kan banyak, sayang kalo ga dokumtesiin.
    Ayooo cari jagung bakarnya, tapi jangan pas lagi hujan :D

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 Dea Insani Ramadhan | TNB