Rumput Tetangga Memang Lebih Hijau ( Not Really)

07 Juni 2012 0 komentar

"Rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau"

Terasa familiar di telinga. Berkali-kali saya dengar ungkapan ini dalam kehidupan saya. Namun sebanyak apapun saya mendengar, semuanya hanya menjadi ungkapan angin lalu yang kemudian hilang seiring waktu. Yang terjadi adalah ternyata saya belum menyadari dengan sepenuh hati tentang kandungan makna yang terkandung di dalamnya, sebelum saya mengalami sebuah scene kehidupan yang saya alami kemarin.

"Kok lelet ya koneksinya?" saya mengajukan pertanyaan kepada partner saya yang tepat duduk disamping saya.

Kemarin saya baru saja membeli modem dari sebuah provider yang sedang naik daun. Akhirnya saya membeli modem, setelah sekian lama harus mencuri-curi waktu ketika malam hari hanya untuk mendapatkan koneksi internet di kantor editor buku dimana saya tinggal di kota kembang Bandung.

Sebelum memutuskan untuk memilih provider tersebut, saya sudah melakukan survey sederhana terhadap teman-teman saya yang merupakan pengguna setia. Saya ditawari dua pilihan, modem X seharga N dan modem Y yang satu tingkat lebih murah seharga M. Ditemana partner, saya memutuskan untuk membeli modem Y setelah mendapatkan bebarapa penjelasan dari pramu saji di tempat dimana saya membeli barang tersebut. Dia menjelaskan bahwa perbedaan antara X dan Y hanya dari segi kemampuan untuk melayani jasa dari provider lain, X bisa sedangkan Y tidak.

"Katanya kemampuannya sama, tapi kok yang ini lelet ya, padahal punya temen yang make modem X cepet loh. Apa karena lebih mahal ya?" saya sedikit menggerutu kesal ketika menerima kenyataan bahwa koneksi internet yang diberikan tidak sesuai dengan ekspektasi saya sebelumnya.

"Kamu ga denger apa yang dibilang sama Aa penjaga toko tadi? Kemampuannya sama, yang beda kamu juga tau sendiri apa. Jadi, harga sama sekali ga ngaruh," balas partner menanggapi gerutuan saya tadi.

"Tapi ini buktinya lelet,"

"Udah pernah di cek belum kecepatannya?"

"Belum," jawab saya.

"Rumput tetangga memang terlihat lebih hijau. Udah punya sendiri, masih aja pengen punya yang orang lain padahal yang orang lain juga belum tentu lebih bagus," terlihat dia agak sedikit kesal.

Saya senyum-senyum mengamati wajahnya yang terlihat kesal, sambil menunggu kalimat-kalimat berikutnya yang akan keluar dari mulutnya.

"Tetangga punya motor, kita asma. Tetangga beli mobil, kita jantungan. Tetangga beli rumah, kita kanker,"

Saya tertawa terbahak-bahak mendengar kalimat terakhirnya. Ya, kadang-kadang saya memang kurang bersyukur dengan apa yang saya miliki sekarang. Masih sering berandai-andai memiliki apa yang dimiliki orang lain. Padahal, bukankah Alloh memang membagi-bagi semuanya sesuai dengan porsinya? Porsi yang dimiliki orang lain, belum tentu sesuai dengan kemampuan saya menerima, bisa terlalu banyak ataupun terlalu sedikit. Rumput hijau orang lain, belum tentu lebih hijau dari rumput hijau saya yang juga hijau. Kita semua punya rumput masing-masing, dan punya cara masing-masing untuk membuatnya tetap hijau. Jadi, masih berandai-andai punya rumput orang lain? Jawaban saya, mudah-mudahan tidak pernah lagi. (DIR)

"Rumput Tetangga Memang Lebih Hijau ( Not Really)"



0 komentar:

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 Dea Insani Ramadhan | TNB