Manusia
selalu membutuhkan pengakuan. Hidup seringkali hanya memberikan dua
pilihan. Eksistensi manusia terhadap hidup adalah dianggap dan
dilupakan. Berharga, ketika dianggap ada. Terkadang hampa, bila
terabaikan.
Dahulu
saat sedang menempuh pendidikan sekolah dasar, disamping meja belajar
saya terdapat catatan-catatan kecil yang berisi pilihan cita-cita
dimasa mendatang. Dokter gigi, arsitek, psikolog, dan penulis menjadi
profesi terpilih. Sayang, takdir kemudian membawa saya mengenyam
pendidikan mengenai dunia konstruksi, jauh dari dunia kesehatan,
dunia seni, apalagi kejiwaan. Dokter gigi, arsitek, dan psikolog
harus rela dicoret karena saya tak mungkin mendua menjalani dua
bidang pendidikan secara bersamaan.
Setelah
tiga profesi hilang seiring waktu, tanpa saya sadari masih ada satu
yang hingga kini belum saya coret dari daftar. Apa alasan saya
mencoret sebuah profesi yang mendalaminya tak melulu harus mengenyam
pendidikan khusus? Penulis, meski membutuhkan keahlian, siapapun
bebas menggeluti profesi sebagai peracik kata, tanpa wajib bergelar
“S” dibelakang nama. Mejadi penulis mungkinkah bisa saya
wujudkan? Asa kembali hadir pada diri seorang Dea yang terkadang
lelah menjalani profesi yang tengah digelutinya kini.
Menulis
sesungguhnya bukanlah hal yang asing bagi wanita berparas
kekanak-kanakan ini, diawali dengan menulis catatan harian ketika
kanak-kanak, semakin intens saat remaja muda, lalu terhenti kala
remaja tua. Kerinduan meracik kata kembali hadir saat mulai tumbuh
dewasa. Lembaran-lembaran kertas saksi isi hati kemudian berganti
menjadi laman digital seiring kecanggihan teknologi yang menggila.
Puisi-puisi
curahan hati menjadi jenis karya pertama yang dengan malu-malu saya
bagikan ke khalayak. Sedihnya, masih tak ada yang ambil peduli,
mungkin tak ada yang membaca selain diri ini. Biarlah, yang
terpenting kepuasan pribadi saya terpenuhi, pikir saya ketika itu.
Maju satu langkah saya mulai mencoba meramu kata menjadi
kalimat-kalimat menyambung, merangkainya menjadi paragraf-paragraf
berpilin saling terkait, membentuknya menjadi semacam cerita,
artikel, atau entah apa namanya. Hasil ramuan kata saya yang ini,
sesekali mampu menarik perhatian orang lain, dibaca, lalu mungkin
dilupakan setelahnya. Tak apa, karena karya memang disodori dua
pilihan, diingat atau dilupakan.
Sampai
disuatu malam, saat tengah merebahkan badan di atas kasur yang mulai
menipis dan ditemani buku berjudul Pride and Prejudice karya Jane
Austen, tiba-tiba saja saya kejatuhan pangkat sebagai nominator
penghargaan. Penghargaan ini bernama Liebster Award, sebuah
bentuk penghargaan maya yang diberikan oleh seorang blogger ke
blogger lain secara berantai terus menerus. Silahkan masukan kata
kunci “Liebster Award” pada kotak perambah anda, dan temukan
lebih detail mengenai penghargaan ini.
Untuk
seorang saya yang tulisannya sering kali terabaikan, penghargaan
mendadak ini merupakan sebuah kehormatan besar. Buah pikiran saya
ternyata dihargai oleh seorang sahabat yang saya tau aktif dalam
dunia tulis menulis. Laman pribadinya yang bernama CoratCoretIgar
dipenuhi dengan tulisan-tulisan berbentuk cerpen, cerita sehari-hari,
dan tulisan hati yang menyenangkan. Ia seorang penulis yang baik,
satu buah karyanya sudah diterbitkan oleh sebuah self publishing.
Dimasa mendatang, saya menantikan karyanya terpajang di toko buku
kesayangan. Ucap tabik dan terima kasih saya haturkan kepada ia,
Ligar Widya Lestari, yang sudah berkenan menjadikan saya sebagai
nominator. Senyum.
Igar
panggilan akrab sahabat saya ini, memberikan sebelas pertanyaan yang
harus saya jawab. Bismillah, akan saya coba jawab dan mudah-mudahan
cukup jelas untuk diterima.
Siapa
penulis yang sangat mempengaruhi setiap tulisan kamu?
Pramoedya Ananta Toer, Harper Lee, dan Eka Kurniawan. Entah seberapa
besar pengaruh mereka terhadap setiap tulisan saya, saya pun akan
sulit menjawab karena mereka memiliki gaya menulis yang membuat saya
merasa tertinggal jauh. Namun ketiga penulis inilah yang selalu saya
bandingkan ketika sedang membaca karya penulis lain. Ketiganya selalu
berada diperingkat teratas dalam catatan saya.
Apa
saja yang senang kamu tulis?
Tentang hidup, rasa, dan pemikiran. Karena dari ketiga inilah sebuah
proses terjadi, sebuah kegelisahan tercipta, dan sebuah karya
terlahir.
Menurut
kamu, apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan seorang blogger?
Blogger
adalah pembuat karya. Mereka yang berkarya mereka yang tidak akan
pernah mati, karena karya akan terus abadi. Tidak ada kekurangan,
selain kemungkinan terabaikan.
Buku
apa yang paling kamu sukai?
Dari sedikit buku yang pernah saya baca, inilah lima peringkat
teratas buku yang membuat saya rela membalikan lembar demi lembarnya
karena jatuh cinta, dan membuat saya tersenyum bahagia ketika tiba
di halaman terakhir :
1. To Kill a Mockingbird karya Harper Lee
2. Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer
3. Anak Semua Bangsa karya Pramoedya Ananta Toer
4. Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas karya Eka Kurniawan
5. 1984 karya George Orweell
1. To Kill a Mockingbird karya Harper Lee
2. Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer
3. Anak Semua Bangsa karya Pramoedya Ananta Toer
4. Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas karya Eka Kurniawan
5. 1984 karya George Orweell
Apa
sih, yang mendorong kamu untuk menulis?
Kegelisahan.
Kegelisahan ingin membagikan apa yang berputar-putar didalam kepala
dalam bentuk tulisan agar senantiasa bisa saya baca kembali kapan pun
saya mau.
Kalau
lagi bosan di tempat kerja atau kampus, biasanya ngapain?
Saya
seringkali curi-curi menulis menggunakan komputer kantor ketika
kepala saya mulai penuh dan jenuh, pernah pula saya menggambar desain
baju yang ingin saya buat, dan yang paling banyak saya lakukan adalah
membaca artikel online dari telpon genggam kesayangan.
Lebih
senang nulis dimana, rumah, kantor, kampus, kafe?
Saya
menyukai suasana yang tenang ketika hendak menulis, maka saya lebih
senang menulis di kamar pribadi.
Apa
rencana kamu lima tahun kedepan?
Menikah
dan membangun keluarga impian, lulus kuliah, merilis buku, mampu
membaca buku minimal dua buah setiap bulan, menulis di laman pribadi
minimal satu tulisan per bulannya, membuat baju sendiri tanpa membeli
jadi, melengkapi daftar buku yang ingin saya koleksi, dan jalan-jalan
dengan dia yang sudah ditakdirkan.
Cita-cita
apa yang belum tercapai dan ingin sekali kamu raih sekarang?
Menulis
dan merilis buku. Membaca buku sebanyak yang saya mampu. Memiliki
waktu luang.
Siapa
yang paling berperan penting dalam hidup kamu yang bisa membuat kamu
seperti sekarang?
Keluarga
adalah penyemangat, partner adalah rekan berdiskusi. Mereka adalah
wakil tangan Tuhan yang membentuk pribadi saya.
Siapa
orang yang paling kamu kangenin sekarang?
Belahan
jiwa mamah, Papap. Andai saya bisa menemukan kata yang tepat untuk
menggambarkan betapa saya ingin bertemu dengannya, sebentar saja,
sebentar saja.
Sebelas
fakta acak tentang saya :
1. Tidak menyukai kuning telur
2. Memiliki bekas jahitan di kening seperti yang
dimiliki Voldemort dalam kisah Harry Poter
3. Sudah menjadi nenek muda berdasarkan silsilah keluarga besar Papap
4. Mampu menghabiskan buah salak satu kilogram dalam waktu beberapa jam
sendirian
5. Pernah berdomisili di Aceh, Magelang, Serang, Tasikmalaya, dan
Bandung
6. “Happy” adalah kata-kata paling disukai
7. Memiliki kemampuan membedakan ikan asin “peda” asli dan palsu
8. Pemain basket ketika Sekolah Menengah Pertama dengan posisi sebagai
“play maker”
9. Ekstrovert yang introvert
10. Mudah terlelap, susah terbangun
11. Pencinta laki-laki cerdas
Saya menyukai pertanyaan Igar seputar buku dan menulis. Mulai dari
sekitar tujuh bulan kebelakang, kedua topik tersebut kebetulan selalu
menjadi pokok pembicaraan saya dengan partner. Saya dan partner
memang tengah menggilai dunia kepenulisan dan perbukuan. Saya
bersyukur memiliki patner diskusi yang menyenangkan seperti dia. Dia
adalah mesin pencari pribadi yang mampu memberikan informasi seputar
penulis-penulis hebat pribumi dan asing, menyodorkan daftar lengkap
buku-buku wajib baca. Dia adalah teman setia berburu buku, editor
pribadi, pengritik tajam, dan pemuji yang objektif.
Dia adalah satu-satunya nominator Liebster Award yang saya ajukan,
karena saya memang tak banyak memiliki teman blogger. Silakan
mengunjungi laman pribadinya, Chandra Egy Setiawan. Silakan nikmati
tulisannya yang terkesan tajam, satire, dan maskulin. Silahkan
menyimpulkan sendiri bagaimana pribadinya, berdasarkan tulisannya.
Dan dengan segala kerendahan hati, saya tak mampu melanjutkan ritual
pengahargaan ini. Mohon dimaafkan. Sekali lagi, terima kasih untuk
Igar yang telah mengenalkan saya dengan Liebstar Award,
sungguh sebuah kehormatan yang besar bagi saya.
Mari kita terus menulis, menulis hal-hal yang baik, terus membuat
karya. Merangkai kata menjadi lebih bermakna. Let's change the
world by your words! (DIR)
0 komentar:
Posting Komentar