Liebster Award

05 Agustus 2014 0 komentar
Manusia selalu membutuhkan pengakuan. Hidup seringkali hanya memberikan dua pilihan. Eksistensi manusia terhadap hidup adalah dianggap dan dilupakan. Berharga, ketika dianggap ada. Terkadang hampa, bila terabaikan.

Dahulu saat sedang menempuh pendidikan sekolah dasar, disamping meja belajar saya terdapat catatan-catatan kecil yang berisi pilihan cita-cita dimasa mendatang. Dokter gigi, arsitek, psikolog, dan penulis menjadi profesi terpilih. Sayang, takdir kemudian membawa saya mengenyam pendidikan mengenai dunia konstruksi, jauh dari dunia kesehatan, dunia seni, apalagi kejiwaan. Dokter gigi, arsitek, dan psikolog harus rela dicoret karena saya tak mungkin mendua menjalani dua bidang pendidikan secara bersamaan.

Setelah tiga profesi hilang seiring waktu, tanpa saya sadari masih ada satu yang hingga kini belum saya coret dari daftar. Apa alasan saya mencoret sebuah profesi yang mendalaminya tak melulu harus mengenyam pendidikan khusus? Penulis, meski membutuhkan keahlian, siapapun bebas menggeluti profesi sebagai peracik kata, tanpa wajib bergelar “S” dibelakang nama. Mejadi penulis mungkinkah bisa saya wujudkan? Asa kembali hadir pada diri seorang Dea yang terkadang lelah menjalani profesi yang tengah digelutinya kini.

Menulis sesungguhnya bukanlah hal yang asing bagi wanita berparas kekanak-kanakan ini, diawali dengan menulis catatan harian ketika kanak-kanak, semakin intens saat remaja muda, lalu terhenti kala remaja tua. Kerinduan meracik kata kembali hadir saat mulai tumbuh dewasa. Lembaran-lembaran kertas saksi isi hati kemudian berganti menjadi laman digital seiring kecanggihan teknologi yang menggila.

Puisi-puisi curahan hati menjadi jenis karya pertama yang dengan malu-malu saya bagikan ke khalayak. Sedihnya, masih tak ada yang ambil peduli, mungkin tak ada yang membaca selain diri ini. Biarlah, yang terpenting kepuasan pribadi saya terpenuhi, pikir saya ketika itu. Maju satu langkah saya mulai mencoba meramu kata menjadi kalimat-kalimat menyambung, merangkainya menjadi paragraf-paragraf berpilin saling terkait, membentuknya menjadi semacam cerita, artikel, atau entah apa namanya. Hasil ramuan kata saya yang ini, sesekali mampu menarik perhatian orang lain, dibaca, lalu mungkin dilupakan setelahnya. Tak apa, karena karya memang disodori dua pilihan, diingat atau dilupakan.

Sampai disuatu malam, saat tengah merebahkan badan di atas kasur yang mulai menipis dan ditemani buku berjudul Pride and Prejudice karya Jane Austen, tiba-tiba saja saya kejatuhan pangkat sebagai nominator penghargaan. Penghargaan ini bernama Liebster Award, sebuah bentuk penghargaan maya yang diberikan oleh seorang blogger ke blogger lain secara berantai terus menerus. Silahkan masukan kata kunci “Liebster Award” pada kotak perambah anda, dan temukan lebih detail mengenai penghargaan ini.

Untuk seorang saya yang tulisannya sering kali terabaikan, penghargaan mendadak ini merupakan sebuah kehormatan besar. Buah pikiran saya ternyata dihargai oleh seorang sahabat yang saya tau aktif dalam dunia tulis menulis. Laman pribadinya yang bernama CoratCoretIgar dipenuhi dengan tulisan-tulisan berbentuk cerpen, cerita sehari-hari, dan tulisan hati yang menyenangkan. Ia seorang penulis yang baik, satu buah karyanya sudah diterbitkan oleh sebuah self publishing. Dimasa mendatang, saya menantikan karyanya terpajang di toko buku kesayangan. Ucap tabik dan terima kasih saya haturkan kepada ia, Ligar Widya Lestari, yang sudah berkenan menjadikan saya sebagai nominator. Senyum.

Igar panggilan akrab sahabat saya ini, memberikan sebelas pertanyaan yang harus saya jawab. Bismillah, akan saya coba jawab dan mudah-mudahan cukup jelas untuk diterima.

Siapa penulis yang sangat mempengaruhi setiap tulisan kamu?
Pramoedya Ananta Toer, Harper Lee, dan Eka Kurniawan. Entah seberapa besar pengaruh mereka terhadap setiap tulisan saya, saya pun akan sulit menjawab karena mereka memiliki gaya menulis yang membuat saya merasa tertinggal jauh. Namun ketiga penulis inilah yang selalu saya bandingkan ketika sedang membaca karya penulis lain. Ketiganya selalu berada diperingkat teratas dalam catatan saya.

Apa saja yang senang kamu tulis?
Tentang hidup, rasa, dan pemikiran. Karena dari ketiga inilah sebuah proses terjadi, sebuah kegelisahan tercipta, dan sebuah karya terlahir.

Menurut kamu, apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan seorang blogger?
Blogger adalah pembuat karya. Mereka yang berkarya mereka yang tidak akan pernah mati, karena karya akan terus abadi. Tidak ada kekurangan, selain kemungkinan terabaikan.

Buku apa yang paling kamu sukai?
Dari sedikit buku yang pernah saya baca, inilah lima peringkat teratas buku yang membuat saya rela membalikan lembar demi lembarnya karena jatuh cinta, dan membuat saya tersenyum bahagia ketika tiba di halaman terakhir :
1.  To Kill a Mockingbird karya Harper Lee
2. Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer
3. Anak Semua Bangsa karya Pramoedya Ananta Toer
4. Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas karya Eka Kurniawan
5. 1984 karya George Orweell
Apa sih, yang mendorong kamu untuk menulis?
Kegelisahan. Kegelisahan ingin membagikan apa yang berputar-putar didalam kepala dalam bentuk tulisan agar senantiasa bisa saya baca kembali kapan pun saya mau.

Kalau lagi bosan di tempat kerja atau kampus, biasanya ngapain?
Saya seringkali curi-curi menulis menggunakan komputer kantor ketika kepala saya mulai penuh dan jenuh, pernah pula saya menggambar desain baju yang ingin saya buat, dan yang paling banyak saya lakukan adalah membaca artikel online dari telpon genggam kesayangan.

Lebih senang nulis dimana, rumah, kantor, kampus, kafe?
Saya menyukai suasana yang tenang ketika hendak menulis, maka saya lebih senang menulis di kamar pribadi.

Apa rencana kamu lima tahun kedepan?
Menikah dan membangun keluarga impian, lulus kuliah, merilis buku, mampu membaca buku minimal dua buah setiap bulan, menulis di laman pribadi minimal satu tulisan per bulannya, membuat baju sendiri tanpa membeli jadi, melengkapi daftar buku yang ingin saya koleksi, dan jalan-jalan dengan dia yang sudah ditakdirkan.

Cita-cita apa yang belum tercapai dan ingin sekali kamu raih sekarang?
Menulis dan merilis buku. Membaca buku sebanyak yang saya mampu. Memiliki waktu luang.

Siapa yang paling berperan penting dalam hidup kamu yang bisa membuat kamu seperti sekarang?
Keluarga adalah penyemangat, partner adalah rekan berdiskusi. Mereka adalah wakil tangan Tuhan yang membentuk pribadi saya.

Siapa orang yang paling kamu kangenin sekarang?
Belahan jiwa mamah, Papap. Andai saya bisa menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan betapa saya ingin bertemu dengannya, sebentar saja, sebentar saja.

Sebelas fakta acak tentang saya :
1.  Tidak menyukai kuning telur
2.  Memiliki bekas jahitan di kening seperti yang dimiliki Voldemort dalam kisah Harry Poter
3.  Sudah menjadi nenek muda berdasarkan silsilah keluarga besar Papap
4.  Mampu menghabiskan buah salak satu kilogram dalam waktu beberapa jam sendirian
5.  Pernah berdomisili di Aceh, Magelang, Serang, Tasikmalaya, dan Bandung
6.  “Happy” adalah kata-kata paling disukai
7.  Memiliki kemampuan membedakan ikan asin “peda” asli dan palsu
8.  Pemain basket ketika Sekolah Menengah Pertama dengan posisi sebagai “play maker”
9.  Ekstrovert yang introvert
10.  Mudah terlelap, susah terbangun
11.  Pencinta laki-laki cerdas

    Saya menyukai pertanyaan Igar seputar buku dan menulis. Mulai dari sekitar tujuh bulan kebelakang, kedua topik tersebut kebetulan selalu menjadi pokok pembicaraan saya dengan partner. Saya dan partner memang tengah menggilai dunia kepenulisan dan perbukuan. Saya bersyukur memiliki patner diskusi yang menyenangkan seperti dia. Dia adalah mesin pencari pribadi yang mampu memberikan informasi seputar penulis-penulis hebat pribumi dan asing, menyodorkan daftar lengkap buku-buku wajib baca. Dia adalah teman setia berburu buku, editor pribadi, pengritik tajam, dan pemuji yang objektif.

    Dia adalah satu-satunya nominator Liebster Award yang saya ajukan, karena saya memang tak banyak memiliki teman blogger. Silakan mengunjungi laman pribadinya, Chandra Egy Setiawan. Silakan nikmati tulisannya yang terkesan tajam, satire, dan maskulin. Silahkan menyimpulkan sendiri bagaimana pribadinya, berdasarkan tulisannya.

    Dan dengan segala kerendahan hati, saya tak mampu melanjutkan ritual pengahargaan ini. Mohon dimaafkan. Sekali lagi, terima kasih untuk Igar yang telah mengenalkan saya dengan Liebstar Award, sungguh sebuah kehormatan yang besar bagi saya.

    Mari kita terus menulis, menulis hal-hal yang baik, terus membuat karya. Merangkai kata menjadi lebih bermakna. Let's change the world by your words! (DIR)














    0 komentar:

    Posting Komentar

     

    ©Copyright 2011 Dea Insani Ramadhan | TNB