Langit Senja dan Sepasang Bola Mata

01 April 2016 0 komentar

 Dokumentasi Pribadi

Di pinggir jendela surau. Selalu di tempat yang sama. Ada sepasang mata layu memandangku barang tak jemu. Kali pertama kedatangannya, ia bergumam, entah merapalkan mantra, atau barangkali janji setia.

Ternyata.
Pada batang ilalang yang berserak, ia sampaikan sebuah ikrar. Ia akan jatuh cinta padaku, padaku selamanya, padaku, padaku sebuah langit senja.
Melalui sayup kumandang adzan, ia berjanji, akan setia menyambutku tiba dan melepasku dengan cinta, setiap hari, setiap hari, setiap pukul lima sampai selepas Isya.
Kepada redup lampu petromax, ia bahkan sempat meminta untuk selalu ada, selalu ada, setidaknya sampai aku pamit pulang, dan setelahnya ia merelakan dunianya kembali gelap gulita.

Bertahun-tahun ritual yang sama tercipta, melewati rentetan kejadian rupa-rupa. Peristiwa hilangnya daun jendela dan robohnya dinding surau bahkan sudah terlewati begitu lama. Tak ayal, ribuan langit senja pun telah berganti-ganti rona.

Lalu-lalang orang melewati rapuhnya surau. Mereka semua menganggapnya ada-ada saja. Ia yang begitu bersahaja, mengapa pula harus menungguku terlampau keras kepala di surau yang tak lagi berbentuk gaya?

Dalam keras kepalnya dan kebisuannya, orang-orang bahkan hampir menyebutnya gila. Rasanya, aku yang ia gilai ini, ingin sekali berkata pada mereka.

Tahukah kalian mengapa ia cintaiku lebih dari apa pun di dunia ini? Karena dulu, tepat di sebuah petang dengan langit senja terindah sepanjang masa, ia donorkan kedua bola matanya kepada kekasihnya yang buta, yang kemudian kabur dengan seseorang yang jauh lebih kaya raya.

Ditinggalkannya ia di surau, tanpa kata, tanpa iba, dengan cantik langit senja yang tak lagi bisa ia baca, karena sekarang ia telah kehilangan kedua bola mata. (DIR)

0 komentar:

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 Dea Insani Ramadhan | TNB